Cari Yang Anda Butuhkan

Assalamualaikum

Rabu, 10 Agustus 2016

peran dunia internasional dalam menyelesaikan konflik antara Indonesia-Belanda

Setelah pada postingan sebelumnya saya telah memposting tentang Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia sampai terjadinya konflik antara Indonesia-Belanda yg disebabkan oleh beberapa faktor dan akhirnya melibatkan peran dunia internasional untuk menyelesaikannya.

Berikut adalah beberapa peran dunia internasional dalam menyelesaikan konflik antara Indonesia-Belanda.

1.  Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa
Pada tanggal 31 Juli  1947 India dan Australia mengajukan masalah Indonesia-Belanda ini kepada dewan keamanan PBB. Dalam sidang dewan keamanan pada tanggal 1 agustus 1947 dikeluarkan resolusi yang mengajak kedua belah pihak untuk menghentikan tembak menembak, menyelesaikan pertikaian melalui perwasitan (arbitrase) atau dengan cara damai yang lain.
Menindak lanjuti ajakan PBB untuk penyelesaian dengan cara damai, maka Republik Indonesia menugaskan sultan syahrir dan H. Agus Salim sebagai duta yang berbicara dalam sidang dewan keamanan PBB. Sutan Syahrir menyatakan bahwa untuk mengakhiri konflik antara Indonesia dengan Belanda jalan satu-satunya adalah pembentukan komisi Pengawas dalam pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan. Ditambah Pula agar Dewan Keamanan Menerima usul Australia secara keseluruhan dan penarikan pasukan Belanda ketempat kedudukan sebelum agresi militer. Usul ini didukung oleh Rusia dan Polandia. Disamping itu Rusia juga mengusulkan pembentukan komisi pengawas gencatan senjata.

Usul diatas didukung oleh Amerika Serikat, Australia, Brazilia, Columbia, dan Suriah tetapi Diveto Francis sebab dianggap terlalu menguntungkan Indonesia. Pada tanggal 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB menerima usul Amerika Serikat tentang Pembentukan komisi Jasa-jasa baik (committee of Good Office) untuk membantu menyelesaikan pertikaian Indonesia dengan Belanda. Komisi inilah yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri atas :
Australia (diwakili oleh Richard C. Kirby), atas pilihan indonesia
Belgia (diwakili oleh Paul Van zeeland), atas pilihan belanda
Amerika Serikat (diwakili oleh Dr. Frank Porter Graham), atas pilihan Australia dan Belgia.
Pada tanggal 27 oktober 1947 KTN tiba dijakarta untuk melaksanakan tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, KTN mengalami kesulitan Karena Indonesia maupun Belanda tidak mau bertemu diwilayah yang dikuasai pihak lainnya. Akhirnya dengan sulit KTN berhasil mempertemukan Indonesia dengan Belanda dalam suatu perundingan yang berlangsung pada tanggal 8 Desember 1947 diatas kapal perang Amerika Serikat "Renville" yang berlabuh diteluk jakarta. Perundingan ini dikenal dengan perundingan Renville. Akibat dari perundingan Renville wilayah Republik Indonesia semakin sempit dan kehilangan daerah-daerah yang kaya Karena diduduki Belanda dan konflik Indonesia dengan Belanda pun masih berlanjut.

2.  Peranan Konferensi Asia Dan Resolusi Dewan Keamanan PBB
Pada waktu Belanda melakukan aksi militernya yang kedua yakni pada tanggal 19 Desember 1948, perdana menteri India Pandit Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Birma (Myanmar) U Aung San memprakarsai Konferensi Asia. Konferensi ini di selenggarakan di New Delhi dari tanggal 20-23 Januari 1949 yang dihadiri oleh utusan dari negara -negara Afganistan, Ethiopia, India, Iran, Irak, Libanon, Pakistan, Philipina, Saudi Arabia, Suriah, dan Yaman. Hadir sebagai peninjau adalah wakil dari negara-negara Cina, Nepal, Selandia Baru, dan Muangthai. Wakil-wakil dari Indonesia yang hadir antara lain Mr. A. A. Maramis, Mr. Utojo, Dr. Sudarsono, H. Rasjidi, dan Dr. Soemitro Djojohadikusumo.

Konferensi Asia tersebut menghasilkan resolusi yang kemudian disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB. isi resolusinya antara lain sebagai berikut.
a.       Pengembalian pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b.      Pembentukan perintah ad interim yang memiliki kemerdekaan dalam politik luar negeri, sebelum tanggal 15 maret 1949.
c.       Penarikan tentara Belanda dari seluruh Indonesia.
d.      Penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia Serikat paling lambat pada tanggal 1 januari 1950.
Dengan adanya dukungan dari negara-negara Asia, Afrika, Arab dan Australia terhadap Indonesia, maka pada tanggal 28 januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang disampaikan kepada Indonesia dan Belanda sebagai berikut.
a.       Mendesak Belanda untuk segera dan sungguh-sungguh menghentikan seluruh operasi militernya dan mendesak pemerintah RI untuk memerintahkan kesatuan-kesatuan gerilya supaya segera menghentikan aksi gerilya mereka.
b.      Mendesak Belanda untuk membebaskan dengan segera tanpa syarat Presiden dan wakil Presiden beserta tawanan politik yang ditahan sejak 17 Desember 1948 diwilayah RI, pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dan membantu pengembalian pegawai-pegawai RI ke Yogyakarta agar mereka dapat menjalankan tugasnya dalam Susana yang benar-benar bebas.
c.       Menganjurkan agar RI dan Belanda membuka kembali perundingan atas dasar persetujuan linggar jati dan renville, dan terutama berdasarkan pembentukan suatu pemerintah ad interim Federal paling Lambat tanggal 15 maret 1949, pemilihan untuk Dewan Pembuatan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 1949.
d.      Sebagai tambahan dari putusan Dewan Keamanan, Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia)  sama dengan PBB untuk Indonesia dengan kekuasaan yang lebih besar dan dengan hak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar mayoritas. Tugas UNCI adalah membantu melancarkan perundingan-perundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia, untuk mengamati pemilihan dan berhak memajukan usul-usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penyelesaian.
Resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB itu dirasa oleh bangsa Indonesia masih ada kekurangan yakni bahwa Dewan Keamanan PBB tidak mendesak Belanda untuk mengosongkan daerah-daerah RI selain Yogyakarta. Disamping itu Dewan keamanan tidak memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap resolusinya. Akan tetapi, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai maka selalu menaati semua isi resolusi sepanjang sesuai dengan prinsip Indonesia Merdeka dan sikap berperang untuk mempertahankan diri. 

Tidak ada komentar: